lulUs gAk ya?

Beberapa wkt belakangan kalo baca koran atau nonton tv, banyak bgt berita yg membahas ttg nilai minimal kelulusan sekolah (SD, SMP, SMA, atau yg sederajat). Berita yg paling santer ttg kebocoran soal UAN (ujian akhir nasional), jual beli jawaban atau usaha apapun yg dilakukan oleh semua pihak yg terkait (murid, sekolah, orang tua murid). Di beberapa sekolah bahkan ada guru yg berusaha membenarkan jawaban murid2nya yg salah ketika ujian berlangsung. Tujuan smua usaha itu sama, mencapai standar kelulusan yg telah ditetapkan pemerintah, yg notabene ckp tinggi. Murid, orang tua murid, sampai pihak sekolah memiliki kekhawatiran yg sama akan kelulusan diri/anak/anak didik mereka.


Menurutku standar itu ketinggian, mengingat kondisi negara kita yg masih kayak gini (kalian bs memaknai kt2 “kayak gini” ku itu kan?). Mungkin tujuan pemerintah baik, berusaha meningkatkan SDM, tp mohon dilihat dulu kemampuan negara ini (wuihh…sok ngomong negara!:). Bbrp hari lalu aku sempat nonton sebuah acara di slh 1 tv swasta kita. Acara itu menampilkan sosok seorang anak kepala suku, murid perempuan di sebuah SMA di pedalaman Papua. Dia, seperti anak SMA saat itu baru saja selesai mengikuti UAN. Tp dia khawatir tidak mampu mencapai standar kelulusan yg ditetapkan pemerintah. Kalau aku pikir ckp wajar dia merasa khawatir. Fasilitas belajarnya kurang mendukung. Setiap berangkat dan pulang sekolah, dia hrs menyeberangi sungai yg dalamnya sampai batas leher. Buku n peralatan belajar lainnya dijunjung di atas kepala biar ga kena air. Seragam sekolah br dipakai stlh sampai di sekolah (wktu brgkat dr rumah dia pakai baju biasa krn pasti akan basah saat mnyeberangi sungai). Sekolahnya pun sgt sederhana. Pun sarana belajarnya di rmh. Dia n keluarganya tinggal di rmh khas Papua, tanpa listrik. Ayahnya -yg seorang kepala suku itu-, msh hidup dlm tradisi Papua yg sangat kental, msh menggunakan koteka. Ayahnya menginginkan anaknya menjadi seorang dokter, bnr2 cita2 yg luar biasa (menurutku). Setelah anaknya menjadi dokter, barulah ia akan melepas kotekanya dan berpakaian lengkap seperti masyarakat Indonesia pd umumnya.


Itu hanya contoh kasus yg sempat aku lihat, gimana dgn anak2 lain yg mungkin org tuanya bukan siapa2?, bkn kepala suku? Aku jg sering mikir, kalo aku skrg msh duduk di bangku sekolah SMP atau SMA, aku bakal lulus ga ya dgn standar yg sgitu?? Udah nilai minimum dibatasi, jumlah mata pelajaran yg diuji pun ditambah, OMG.. Aku cm prihatin aja, kesannya bangsa ini sperti sedang membohongi dirinya sendiri, kita blm mampu melangkah sejauh itu. Tp itu menurutku, seorang anak bangsa yg prihatin n cb mnyampaikan isi hati n amatannya.

Buat adek2 smua, slamat belajar ya, smoga dimudahkan jalannya menuju keulusan..

……Dan buatmu putri sang kepala suku, aku berharap kau bs mewujudkan keinginan org tuamu.

1 comments:

Ozzie. said...

Mm..setelah kami pikir, dengan menimbang, dan memperhatikan arah angin dan waktu munculnya bulan, saya mewakili teman-temen dinas pendidikan menyata kan dengan ini ANDA LULUS,dan berhak maju kebabak selanjutnya..."sampai ketemu dijakarta.."heheheeee....